Unggulan
Berserk: Menggali Filosofi dan Moralitas di Dunia yang Kacau
Ketika saya sedang termenung di malam hari sembari menatap Rembulan yang meningatkan saya akan suatu hal, saya teringat akan sebuah karya, yang saya anggap sebuah Mahakarya yaitu, Berserk karya Kentaro Miura. Dalam karyanya bukan hanya menampilkan petualangan epik dan kekerasan yang brutal, tetapi juga menyelami pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang eksistensi, takdir, dan moralitas manusia. Saya masih ingat setiap turning point atau titik penting dalam cerita Berserk—baik itu Brand of Sacrifice, pengkhianatan di Eclipse, atau perjuangan Guts untuk membalas dendam—memiliki kedalaman filosofis yang memberikan wawasan tentang bagaimana kita memahami hidup, moralitas, dan keindahan dalam dunia yang kacau.
Brand of Sacrifice
Pada awal cerita, Guts mendapatkan Brand of
Sacrifice, yang menjadikannya target iblis dan makhluk jahat. Dalam
pandangan filsafat eksistensialisme, tanda ini adalah simbol dari
penderitaan yang tak terhindarkan dalam hidup. Saya jadi teringat akan quote
yang pernah saya, dikatakan oleh Albert Camus, “hidup sering kali penuh
dengan absurditas—ketidakpastian dan penderitaan”. Namun, Guts memutuskan untuk
melawan takdirnya, berjuang untuk bertahan hidup meskipun dunia tampak tidak
peduli padanya.
Eclipse
Salah satu titik balik terbesar dalam Berserk
adalah peristiwa Eclipse, di mana Griffith mengorbankan teman-temannya demi
mencapai tujuannya untuk menjadi salah satu dari God Hand. Dalam konteks
filosofi nihilisme dan utilitarianisme, tindakan Griffith
mencerminkan pandangan bahwa tujuan besar bisa membenarkan pengorbanan orang
lain. Di sini, saya dihadapkan pada pertanyaan mendalam: Apakah mengorbankan
yang lain demi tujuan pribadi yang lebih besar bisa dibenarkan? Atau justru
menunjukkan kerusakan moral dalam pencapaian ambisi yang buta?
Setelah tragedi yang terjadi saat Eclipse, dalam pandangan saya, Guts memilih untuk melanjutkan hidupnya dengan tujuan membalas dendam. Namun, melalui perjalanan ini, Guts juga mencari makna dalam penderitaan yang dialaminya. Menurut saya, Jean-Paul Sartre dan Nietzsche mungkin akan melihat perjalanan Guts sebagai manifestasi dari pencarian makna hidup melalui tindakan bebas, meskipun dunia ini tampak tidak memberikan harapan. Perjuangan untuk balas dendam menjadi caranya menemukan identitas, meskipun dia tahu itu hanya akan membawa lebih banyak penderitaan.
Dalam dunia Berserk, yang penuh dengan kekerasan, kehilangan, kejahatan dan lain sebagainya, saya melihat cermin dari realitas manusia itu sendiri—sebuah dunia yang juga tidak selalu peduli pada individu. Bagi saya, Berserk menggambarkan realitas kehidupan yang penuh dengan kerusakan dan kehancuran moral, di mana pilihan-pilihan sulit dan penuh dengan konsekuensi. Seperti yang dijelaskan oleh filsuf Camus, “kita sering kali terjebak dalam dunia yang absurd—di mana tidak ada makna yang jelas atau takdir yang pasti”. Namun, saya memiliki pertanyaan, Apakah ini berarti kita harus menyerah pada dunia yang tampaknya kacau ini?
Jika saya melihat Guts, meskipun dunia di sekelilingnya penuh dengan kehancuran, ia tetap berjuang untuk bertahan hidup, berusaha menemukan makna melalui tindakannya. Berserk mengajarkan kita, manusia, bahwasannya, meskipun dunia rusak kita tetap memiliki kekuatan untuk memilih dan menentukan arah hidup kita sebagai seorang manusia.
Bagaimana dengan karakter Guts dan Griffith?
Saat saya membaca Berserk, bagi saya Guts adalah simbol dari keberanian eksistensial. Meskipun hidupnya penuh dengan penderitaan, ia memilih untuk bertarung melawan takdir dan terus berjuang untuk kebebasannya. Dalam filsafat eksistensialisme, Guts mewakili ide bahwa manusia memiliki kebebasan untuk memilih dan memberikan makna pada hidup mereka sendiri, meskipun dunia tidak memberikan apapun kecuali penderitaan. Dalam hal ini, Guts menunjukkan kepada kita bahwa keberanian untuk bertahan hidup dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian adalah salah satu makna hidup yang paling kuat.
Griffith, di sisi lain, menurut saya adalah representasi dari ambisi tanpa batas. Dalam perjalanan untuk mencapai tujuannya, ia tidak ragu untuk mengorbankan siapa pun yang berada di jalannya. Filosofisnya bisa dianggap sebagai nihilisme moral—di mana ia tidak percaya pada nilai moral atau etika selain untuk mencapai tujuannya. Dengan pengorbanan yang dilakukan pada Eclipse, Griffith menunjukkan bahaya dari mengejar ambisi tanpa batas, yang bisa menghancurkan hubungan dan mengorbankan nilai-nilai moral yang lebih tinggi.
Setelah saya mencoba untuk meminum kopi saya, saya memahami bahwa dunia dalam Berserk seringkali mencerminkan kenyataan kita sendiri—sebuah dunia yang penuh dengan ketidakadilan, kekerasan, dan penderitaan. Namun, Berserk juga memberi kita perspektif tentang bagaimana manusia bisa bertahan dalam kondisi seperti itu. Dalam kehidupan yang penuh dengan kekacauan, pilihan moral kita menjadi ujian tentang siapa kita sebenarnya. Apakah kita akan mengikuti jalan Guts dan terus berjuang untuk bertahan, atau kita akan terperangkap dalam ambisi seperti Griffith, mengorbankan nilai-nilai kita demi tujuan pribadi?
Bagi saya, Berserk bukan hanya cerita tentang kekerasan dan balas dendam; ia adalah refleksi mendalam tentang kehidupan, moralitas, dan filosofi. Melalui perjalanan Guts dan Griffith, kita diajak untuk mempertanyakan takdir, ambisi, dan pilihan moral kita di dunia yang rusak ini. Dunia mungkin kacau, penuh dengan penderitaan, tetapi seperti yang diajarkan oleh Berserk, kita tetap memiliki kebebasan untuk memilih bagaimana kita meresponsnya—apakah kita akan memilih untuk bertahan hidup dan mencari makna, atau kita akan terjebak dalam kekosongan dan pengorbanan yang tak berkesudahan.
Postingan Populer
Cinta: Antara Pengorbanan, Ketidakpastian, dan Pencarian Makna
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Menelusuri Kegelapan Diri: Refleksi tentang Johan Liebert dan Makna dalam Kejahatan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar